Integrasi Pemikiran Islam dan Teori Ilmu Pengetahuan
Peran agama secara teologis sebagai petunjuk bagi umat manusia dalam mengarungi kehidupan supaya selamat dunia dan akhirat (philosophy and way of life), secara sosiologis, antropologis dan historis sudah sangat beragam sejalan dengan persepsi dan kepentingan masing-masing kelompok, sekadar simbol dan pelipur lara di kala duka sampai kepada untuk mendapat kemukjizatan dan pertolongan Tuhan. Tak urung pula ada yang menggunakan agama untuk melakukan terorisme.
Ilmu dan teknologi tanpa agama akan miskin makna dan energi untuk tetap berbuat yang dikehendaki oleh sains itu sendiri. Demikian juga halnya agama tanpa ditunjang oleh ilmu dan teknologi dalam perspektif ajaran agama tersebut akan menjadi hampa semangat, tanpa jelas apa yang akan dikerjakan, akan menjadi hampa semangat, tanpa jelas apa yang akan dikerjakan, akan menjadi keyakinan yang tidak dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.
Secara sendiri-sendiri, ilmu saja atau agama saja, memang telah banyak yang mengakui pentingnya baik di Barat maupun di Timur. Tetapi bagaimana tentang hubungan antara keduanya, hubungan antara ilmu dan agama, hubungan antara ipteks dan agama, seperti yang digeluti hampir semua sivitas akademika perguruan tinggi?
Dengan ilmu dan agama serta kedua-duanya penting didudukkan dan harus jelas bagaimana hubungan tersebut. Terdapat tiga pola hubungan di kalangan ilmuwan Muslim, yaitu dikotomis, sinkronis dan idealis.
Pertama, kalangan dikotomis mengatakan keduanya tidak ada hubunga, masing-masing jalan sendiri-sendiri. Kedua, kaum sinkronis berpendapat bahwa keduanya sejalan. Bukankah menuntut ilmu diperintahkan oleh agama? Ketiga, kaum idealis adalah yang berpendapat bahwa ketiga aspek dari iptek tersebut (ontologis, epistemologis dan aksiologis) harus disesuaikan dengan ajaran Islam.
Agama jelas penting untuk kehidupan manusia. Dia adalah petunjuk hidup yang dipercayai berasal dari Tuhan Pencipta alam dan manusia Yang Maha Tau dan Maha Bijaksana. Agama, sebagaimana diungkap oleh Malefitj dalam bukunya Religion and Culture menjelaskan bahwa yang paling banyak pengaruhnya terhadap aspek budaya, terhadap ilmu pengetahuan dan ideologi, seni, kekerabatan, hukum, politik dan lainnya. Kemudian Adam Frank dalam bukunya The Contant Fire mengungkap bahwa dalam pengalaman spiritual yang disebut oleh William James dalam bukunya Religious Experiences mengandung sesuatu kebenaran yang perlu ditelusuri, kebenaran yang lebih dari sekadar gejala kimiawi otak tang menjadi perhatian neurologi selama ini. Hal-hal yang menakjubkan dan sakral yang ingin digusur oleh pandangan sekuler dalam ilmu, katanya, malah sering dirasakan dalam kerja sebagai saintis. Debat antara sains dan agama selama ini kehilangan ruh agama dan sains itu sendiri. Dalam keduanya, dalam sains dan agama, bertemulah rasa kesakralan itu.
Integrasi pemikiran Islam dan teori Ilmu Pengetahuan modern merupakan langkah akademik keilmuan bagi pencarian titik temu kebenaran pesan wahyu dalam al-Quran dan Sunnah Rasul dengan bukti-bukti empirik teori ilmu pengetahuan modern. Dasar integrasi menurut pemikiran Islam bertolak dari pandangan baik wahyu al-Quran sebagai kalam Allah maupun fenomena di alam semesta dengan keteraturannya berdasarkan mekanisme hukum alam yang merupakan ketetapan Allah. Allah sebagai sumber yang sama, Kalam Allah dan alam semesta ciptaan-Nya dipandang sebagai basis titik temu antara kebenaran pesan wahyu al-Quran dengan bukti-bukti saintifik ilmu pengetahuan tentang ciptaan Allah di alam semesta. Artinya, ayat-ayat qauliyah wahyu Allah dan ayat kauniyah ciptaanNya di alam semesta merupakan satu kesatuan terintegrasi yang sama-sama bersumber dari Allah. Bagan kerangka integrasi pesan wahyu al-Quran dengan bukti-bukti saintifik teori ilmu pengetahuan modern.
Titik temu dua jalur pengetahuan dari pesan wahyu Allah dan bukti-bukti saintifik ilmiah dengan karakteristik alur logika masing-masing yang memiliki perbedaan di samping persamaan, terutama menyangkut aspek bagaimana ilmu pengetahuan tersebut diperoleh dan dipahami. Karena itu, fokus dari pendekatan integrasi yaitu memahami kedua alur logika epistemologis yang bersumber dari wahyu dan hasil eksplorasi akal dan pengalaman empirik tentang beragam fakta dan fenomena di alam semesta, sehingga menghasilkan integrated knowledges. Penjelasan bagan konsep dasar integrasi pemikiran Islam dan ilmu pengetahuan di atas sebagai berikut.
Pertama, sumber utama ilmu adalah Allah, yang Maha Mengetahui, seperti pesan dalam surat al-Baqarah ayat 30–32: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikatmu, “Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah disana, sedangkan kami bertasbih memujiMu dan menyucikan namaMu”. Dia berfirman, “Sungguh Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (30). “Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepadaKu nama-nama semua (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepadaKu nama-nama semua (benda) itu, jika kamu” (32). Mereka menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkau Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”
Kedua, Allah menurunkan ilmu pengetahuan kepada manusia melalui dua cara, yaitu melalaui wahyu ayat qauliyah serta melalui alam semesta ciptaan-Nya (ayat kauniyah). Dari kedua jalur tersebut ada dua kategori ilmu pengetahuan ilmu naqliyah yang bersumber dari nash wahyu al-Quran dan Sunnah Rasul; serta ilmu aqliyah (acquired knowledge) yaitu ilmu pengetahuan yang diperoleh dari hasil kerja akal. Untuk memperoleh ilmu pengetahuan tersebut, Allah membekali penciptaan manusia dengan daya potensial akal dan qalb, serta potensi fisik indrawi. Acquired knowledge diperoleh manusia melalui scientific method terhadap ayat kauniyah ciptaan Allah dengan memanfaatkan daya akal dan daya inderawi. Sedangkan daya qalb bermanfaat untuk memperoleh hikmah (bersifat intuitif) yaitu pengetahuan hasil kerja ruhaniah.
Ketiga, manusia diciptakan Allah untuk menjalankan mandat sebagai khalifah (mandataris) Allah di muka dengan tugas mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan di muka bumi, serta menghindarkan terjadinya kerusakan (mafasid). Eksistensi manusia dan kebermaknaan hidupnya di muka bumi diukur dari wujud penyerahan diri total manusia (penghambaan) pada Allah sekaligus pelaksanaan mandat sebagai khalifah Allah. Agar dapat menjalankan mandat tersebut, manusia memerlukan perangkat “software” berupa pedoman dan acuan hidup yang diturunkan Allah melalui wahyu, ayat qauliyah; serta perangkat instrumental berupa ilmu pengetahuan (acquired knowledge) tentang alam semesta dan kehidupan di dalamnya.
Keempat, bagaimana keterkaitan wahyu dan ilmu pengetahuan (acquired knowledge) sebagai bekal dalam menjalankan mandat kekhalifahan manusia, dan apakah dapat diwujudkan koeksistensi dan kofungsionalisasi antara keduanya?
#RumahKepemimpinan #KnowledgeSharing #RKNusantara